Hati-Hati Penggunaan Bahan Penambah Makanan
HATI-HATI PENGGUNAAN BAHAN PENAMBAH MAKANAN
Allah sudah memberi petunjuk melalui utusanNya, Nabi Muhammad dalam Al Quran, mengenai kebutuhan pokok manusia berupa makanan. Dia Subhanahu wa Ta’ala telah menentukan kaidah cara hidup sehat dengan memerintahkan agar manusia memilih makanan yang baik dan halal, seperti yang tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 168:
يَاأَيُّهاَ النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي اْلأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّبًا
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi”
Kita semestinya bersyukur atas petunjuk ini. Sudah jelas, Allah mengarahkan kepada yang terbaik, tidak akan menjerumuskan umatNya. Manusia itu sendiri yang benar-benar lalai dan mengikuti hawa nafsu. Bergesernya pola hidup manusia yang cenderung konsumtif, ingin serba mudah, lebih instan, yang penting enak dirasa oleh lidah tanpa memikirkan efek buruk yang bakal muncul dari kebiasaan yang keliru. Tanpa disadari, makanan yang lezat dinikmati, akhirnya merusak jasmani dengan berbagai penyakit yang menyerangnya. Salah satu pemicu makanan lezat serta menarik untuk disantap, ialah bahan (zat kimia) yang ditambahkan ke dalam makanan tersebut.
FENOMENA POLA HIDUP KONSUMTIF
Di era serba instan ini, kita begitu mudah mencari dan membeli makanan serba jadi (siap saji), baik di swalayan, toko-toko, pasar maupun di warung-warung pinggiran. Kita tinggal memilih makanan yang mengundang selera. Mengapa sekarang ini penjual makanan atau minuman bagaikan jamur di musim penghujan, baik berupa lesehan, kafe-kefe, sampai restoran kelas tinggi yang menarik minat masyarakat? Penyebabnya, ialah bergesernya pola hidup masyarakat yang cenderung konsumtif.
Seiring dengan itu, tanpa disadari, juga terjadi pergeseran pola penyakit di masyarakat. Tak heran bila kita mendengar seseorang menderita tumor atau kanker ganas yang menyerang organ tubuh, penyakit kulit yang aneh serta penyakit kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah), degenerasi ingatan, penuaan dini dan lain-lainnya. Penyakit ini disebut penyakit degeneratif dan tampak cenderung tinggi pada era teknologi sekarang ini.
WASPADA DENGAN BAHAN PENAMBAH MAKANAN (FOOD ADDITIVES)
Maraknya produk dan makanan dengan berbagai cita-rasa dan aneka warna menjadi magnet yang mampu menggoda orang untuk merogoh koceknya, terutama pada anak-anak yang merupakan konsumen pasar paling menguntungkan. Meskipun produsen membuat makanan dengan olahan higinis, tetapi kita harus waspada dan bertanya, mengapa berbagai makanan atau minuman yang berwarna-warni dan rasanya sangat manis dapat dijual dengan harga rlatif murah? Bagaimana pula para produsen membuat makanan yang terbuat dari buah-buahan, atau santan atau kelapa parut tetapi tidak cepat basi?
Secara nalar, hal itu tak mungkin bisa dilakukan tanpa menggunakan “sesuatu” di balik itu semua. Dan sesuatu itu jelas bahan kimia hasil rekayasa manusia yang ditambahkan dalam makanan, yang dalam penggunaannya mungkin salah serta melampaui batas, bahkan dilarang digunakan untuk jenis makanan.
Sebenarnya sudah ada badan pengawas makanan dan minuman (misalnya BPOM di Indonesia atau FDA di Amerika) yang memberikan batasan-batasan bahan kimia ini dengan takaran tertentu. Namun boleh jadi penerapannya salah. Sebagai missal pembuatan bakso dengan menggunakan boraks, atau sirup (limun) dan permen (gula-gula) mengandung pewarna tekstil. Memang tidak semua jenis makanan dan minuman yang beredar di pasar dibuat dengan cara yang salah dan melampaui batas yang ditentukan. Tetapi sebagai konsumen, kita harus selalu waspada dalam memilih dan membeli. Kita perlu meneliti kelayakan penampilan, warna, rasa, aroma serta harga makanan tersebut.
MENGENAL MACAM-MACAM BAHAN TAMBAHAN PANGAN
Zat atau bahan yang ditambahkan pada makanan pada waktu pembuatan, penyimpanan, dan pengepakan disebut Bahan Tambahan Pangan (BTP) atau zat aditif. Dilihat dari pengaruh adanya bahan ini pada makanan terhadap kesehatan pemakainya, zat aditif dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu yang bersifat menguntungkan dan yang bersifat merugikan.
Bahan tambahan pangan yang menguntungkan bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi dari bahan makanan atau minuman yang diolah, karena kemungkinan dalam proses pengolahan, mineral-mineral dan vitamin yang ada pada makanan tersebut terbuang atau terurai akibat pemanasan, pencucian dan sebagainya. Contohnya, vitamin A, B, dan D ditambahkan pada proses pengolahan susu. Vitamin C pada sari buah, vitamin E pada mentega. Juga mineral tertentu (calsium, magnesium, zat besi) untuk berbagai jenis makanan dan minuman. Yodium yang ditambahkan ke dalam garam dapur. Penambahan yodium ini untuk mengatasi kekurangan yodium di masyarakat.
Bahan tambahan pangan ini sudah sangat meluas penggunaannya di masyarakat. Hampir pasti, semua industri pangan baik yang besar maupun industri rumah tangga menggunakan zat ini. Pemakaian BTP memang tidak dilarang, sepanjang zat yang digunakan tersebut benar-benar aman untuk kesehatan manusia dan tidak digunakan secara sembarang (melebihi takaran yang diizinkan), juga tidak salah menerapkannya. Dengan kata lain, tidak semua pemakaian BTP berdampak negatif terhadap kesehatan konsumen. Tetapi masalahnya, bagaimana konsumen dapat menilai suatu bahan makanan yang dibeli dan dikonsumsi sehari-hari mengandung zat aditif dalam dosis yang berlebih atau tidak? oleh karena itu, sebaiknya, produsen, penjual makanan maupun konsumen, harus mengenali macam-macam zat ini, sehingga makanan tetap aman bagi masyarakat.
BTP yang diizinkan sebenarnya ada 11 jenis. Tetapi pembahasan disini hanya terhadap bahan yang sering digunakan sehari-hari.
1. Bahan Pemanis.
Keunggulan utama pemanis sintetis dibandingkan gula alami adalah harga jualnya yang jauh lebih murah dan tingkat kemanisannya jauh lebih tinggi. Inilah yang menjadi alasan utama pemakaian pemanis sintetis oleh para produsen makanan atau minuman, terutama para pengusaha kecil dengan modal terbatas.
Jenis pemanis yang populer ialah aspartam, sorbitol, sakarin dan siklamat. Pemanis ini juga menimbulkan rasa pahit, tetapi kombinasi 10 siklamat dengan 1 bagian sakarin, telah mengubah rasa pahit itu hilang. Itulah sebabnya konsumen yang awam tidak bisa membedakan suatu makanan atau minuman dibuat dari gula alami atau gula sintetis. Nama dagang pemanis sakarin yang biasa dijual adalah glucide, gencid, garantose, saccharil, saxin, sycose dan kermeseta.
2. Bahan Pengawet.
Bahan ini dimaksudkan untuk memperpanjang daya tahan simpan suatu produk makanan. Penggunaan bahan pengawet tertentu dibolehkan dalam makanan dengan takaran yang sudah ditentukan. Jenis zat ini antara lain :
- Asam benzoat/natrium benzoate. Banyak digunakan dalam pengawetan kecap, minuman ringan, acar, buah-buahan, sari buah dalam kaleng atau botol atau kemasan lainnya, keju, margarin, saus tomat, jam/jelly, sirup dan lain-lainnya.
- Garam-garam sulfite. Biasa digunakan untuk mengawetkan bahan-bahan beku (misalnya udang beku, kentang goreng beku dan lain-lain).
- Nitrat dan nitrit. Banyak digunakan pada daging olahan, daging awetan, keju dan corned dalam kaleng.
- Belerang dioksida. Biasa digunakan dalam sosis dan hampir sama penggunaannya dengan asam benzoat.
Peraturan menteri kesehatan jelas melarang penggunaan formalin dan boraks sebagai bahan pengawet pada makanan. Bahan ini biasa digunakan untuk mengawetkan mayat atau spesimen biologi.
3. Bahan Pewarna
Mengingat banyak kelemahan yang dijumpai pada zat pewarna alami, banyak orang yang beralih menggunakan bahan pewarna sintetis. Bahan pewarna sintetis ini memiliki banyak kelebihan dibandingkan pewarna alami dalam hal keanekaragaman warna, kestabilan warna, daya tahan simpan dan harga yang sangat murah.
Bahan pewarna sintetis yang diizinkan di Indonesia ialah : biru berlian, coklat HT, eritrosin, hijau FCS, hijau S, indigotin, karmoisin, kuning FCS, kuning kuinolin, merah allura, ponceau 4R dan tartrazin. Bahan-bahan ini sering digunakan dalam es krim atau segala jenis es, minuman ringan, jam/jelly, aneka saus, buah dan sayur dalam kaleng serta berbagai macam aneka kue atau snack.
Sedangkan bahan sintetis yang dilarang ialah : auramin, amaranth, kuning metanil, rhodamin B, ponceau SX, ponceau 3R, butter yellow, chrysoidine, citrus red no 2, guinea green B, magenta, oil orange SS, Oil orange XO, Oil yellow AB dan sudan 1.
4. Penyedap Rasa
Sejak dahulu, di berbagai negera penyedap rasa alami sudah digunakan dalam mengolah makanan, seperti: garam, cuka, lada, cabai, bawang putih dan rempah-rempah lainnya. Tentu saja pemakaian bahan-bahan ini tidak menimbulkan masalah, malah kemungkinan sangat baik untuk mendukung kesehatan, kecuali pemakaian yang sangat berlebihan. Namun saat ini, banyak orang beralih ke penyedap rasa sintetis untuk memperkuat rasa aatu aroma dari bahan makanan yang diproduksi, maupun dalam kehidupan rumah tangga sehari-hari. Selain itu, inovasi berbagai macam olahan makanan menjadikan bumbu penyedap sintetis ini tetap selalu dipakai, misalnya dalam aneka snack ringan, penjual makanan sehari-hari (lauk-pauk) dan sebagainya.
Bahan kimia sebagai penyedap rasa adalah Monosodium Glutamat (MSG), yaitu garam yang berasal dari asam glutamat. Senyawa ini memberi rasa gurih. Di pasaran dikenal dengan vetsin. Kadang pula penyedap rasa memakai gula alami untuk rasa manis, tetapi rasa manis alami juga telah bergeser digantikan dengan pemanis sintetis.
ASPEK MEDIS BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP)
Departemen Kesehatan melalui BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) memang sudah menetapkan batas aman dari zat-zat kimia di dalam BTP. Di luar batas aman, tentunya sudah tidak aman lagi bagi kesehatan tubuh manusia. Artinya, takaran yang dikonsumsi melebihi yang sudah ditentukan. Sama halnya dengan obat-obatan dari bahan kimia yang mempunyai efek positip bagi kesembuhan pasien, juga mempunyai efek samping apabila tidak tepat dosis. Meskipun obat-obat tersebut kadang-kadang juga menggunakan zat pengawet dan zat kimia lainnya, tetapi pembuatan obat dan penggunaannya sudah jelas terukur oleh para ahli pada bidangnya. Selain itu, obat hanya dikonsumsi khusus bagi penderita sakit dan penggunaannya ditentukan para ahli medis.
Sebaliknya dengan BTP ini, dampak positip hanya sepihak, yaitu segi keuntungan dari produsen (penjual) makanan. Ironisnya, makanan-makanan dengan kandungan zat aditif ini dikonsumsi orang-orang sehat. Selain produsen, konsumen pun terkena imbasnya apabila terlalu berlebihan mengkonsumsi, karena zat-zat ini kurang baik, bahkan cenderung akan merusak kesehatan tubuh.
Berbeda dengan keracunan oleh obat atau bahan kimia lain, keracunan penggunaan BTP tidak segera dapat diamati. Gejala baru akan terlihat setelah bahan-bahan tersebut berakumulasi dalam tubuh dengan jumlah banyak. Hal itu merupakan proses yang sangat panjang dan perlu waktu bertahun-tahun. Itulah sebabnya konsumen tidak menyadari adanya bahaya di balik santapan yang murah meriah akibat penggunaan BTP tidak tepat dosis, atau bahan-bahan kimia yang keliru penggunaanya.
DAMPAK NEGATIP BAHAN TAMBAHAN PANGAN
Dari hasil penelitian selama ini dapat diketahui, banyak BTP yang digunakan secara sembarangan. Meskipun hingga saat ini belum pernah dilaporkan adanya kasus kematian akibat keracunan BTP, tetapi beberapa zat aditif ini telah diketahui menimbulkan efek samping yang membahayakan kesehatan dan keselamatan konsumen.
Bahan pewarna sintetis, bahan pengawet (termasuk nitrit), dan pemanis buatan, kemungkinan bersifat mutagen atau karsinogen. Mutagen [1] dapat menimulkan kelainan genetik, seperti kanker dan penuaan sel. Karena bersifat karsinogen (menyebabkan kanker), maka Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat telah melarang penggunaan bahan pengawet, juga pemanis sintetis seperti dulsin, siklamat dan sakarin dengan konsentrasi lebih besar konsentrasi di atas 1,5 g/orang/hari atau 11 mg/kg berat badan/hari dari 1 g/orang/hari atau lebih besar dari 15 mg/kg berat badan/hari. Penggunaan siklamat telah dilarang di Amerika sejak Oktober tahun 1969.
Sejumlah zat pewarna yang diduga bersifat karsinogen berdasarkan hasil penelitian dengan hewan percobaan telah dilarang atau dibatasi penggunaannya. Hal ini pernah dilakukan oleh FDA terhadap sejumlah zat warna, seperti FD dan C Yellow no. 3 dan 4, FD dan C Violet no.1, Metanil Yellow dan Graphite.
Menurut ketentuan WHO, batas konsumsi sakarin yang dianggap aman oleh manusia adalah 0-5 mg/kgberat badan/hari, sedangkan siklamat adalah 11 mg/kg berat badan/hari. Mengingat banyaknya makanan dan minuman yang dibuat dengan menggunakan pemanis sakarin dan siklamat, besar kemungkinan batas-batas tersebut akan terlampaui oleh konsumen yang sangat sering mengkonsumsi makanan jajanan di luar rumah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi siklamat yang melampaui batas dapat menimbulkan kanker kandung kemih.
Hasil penelitian lain menunjukkan, pemberian sakarin pada hewan percobaan dapat menyebabkan pembentukan tumor. Sedangkan siklamat dapat berfungsi sebagai promotor terbentuknya sel kanker dengan adanya bahan lain. Oleh karena itu, penggunaan pemanis non nutritif ini banyak menimbulkan perdebatan dan sudah dilarang untuk dipakai dalam makanan di beberapa negara.
Boraks yang terkandung dalam makanan dapat diserap oleh membran mukosa dan mengakibatkan gejala-gejala perdarahan lambung dan gangguan pada sistem stimulasi saraf pusat.
Zat pewarna yang paling umum ditambahkan adalah tartrazine untuk memberi warna kuning. Pewarna lain yang juga banyak digunakan adalah trimethyl xanthine. Zat pewarna yang dipakai haruslah yang tergolong pewarna untuk makanan (food grade), bukan pewarna tekstil. Selain itu kadarnya juga harus dibatasi karena beberapa penelitian menunjukkan pemberian pewarna tartrazine yang berlebihan dapat berbahaya untuk penderita asma dan menimbulkan sikap hiperaktif pada anak-anak.
LEBIH BAIK MENGHINDARI
Meskipun zat aditif pada makanan tetap dibolehkan penggunaannya, tetapi sebagai pengguna maupun konsumen, tentunya kita menyadari pentingnya kesehatan jangka panjang, terutama anak-anak sebagai generasi penerus. Mengingat pengetahuan kita yang minim tentang zat-zat kimia ini, maka sikap yang baik bagi kita ialah menghindari makanan ataupun minuman yang mengandung BTP. Jika terpaksa harus membeli produk makanan yang mengandung unsur tersebut, hendaklah kita selektif dan teliti terhadap makanan yang akan dibeli.
Makanan dan minuman dengan penampilan yang tidak wajar, seperti rasa manis yang agak pahit, terlalu gurih, warna terlalu pekat atau terang dan mencolok atau terlalu aneh, sebaiknya tidak dibeli. Perasaan curiga juga ditujukan pada produk makanan dan minuman yang dijual dengan harga yang terlalu murah, namun segi penampilan dan kuantitas menarik untuk dibeli. Hal-hal tersebut secara sederhana merupakan indikator adanya penggunaan BTP yang terlalu banyak atau penggunaan bahan kimia terlarang bukan BTP.
Meskipun telah ada peraturan mengenai tata cara penggunaan BTP, namun dalam prakteknya pelanggaran-pelanggaran oleh produsen selalu ada. Bahkan, perbuatan yang sangat merugikan yaitu penggunaan bahan kimia yang bukan makanan pun sering digunakan. Ada beberapa alasan yang menjadi penyebab produsen makanan menggunakan bahan kimia BTP, baik yang dibolehkan maupun yang dilarang, antara lain ketidaktahuan akan kemungkinan bahaya yang ditimbulkan, atau sama sekali tidak mengetahui tentang efek samping bahan-bahan kimia tersebut, serta keinginan untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya, dan lemahnya sistem pengawasan ataupun pengambilan tindakan terhadap para pelanggarnya.
Beberapa tahun yang lalu ditemukan adanya penggunaan zat pewarna Rhodamin B, Amaranth (keduanya pewarna merah), dan zat warna kuning metanil dalam beberapa minuman. Ada laporan juga digunakan dalam pembuatan terasi. Padahal, ketiga macam zat pewarna tersebut telah dinyatakan dilarang dalam makanan dan minuman. Selain itu ditemukan juga adanya penggunaan siklamat pada hampir semua minuman yang diteliti, umumnya pada sirup, limun, es campur atau jenis es lainnya, penggunaan boraks pada bakso, dan formalin pada tahu.
Oleh karena itu, hindarilah membeli tahu yang keras, tidak berlendir dan tidak berbau asam. Tahu yang demikian ada kemungkinan dengan menggunakan formalin. Hati-hati juga membeli ikan segar yang tahan lama tanpa es. Bakso yang teksturnya sangat kenyal, walaupun tanpa daging atau kadar dagingnya sangat sedikit, kemungkinan besar dibuat dengan boraks. Bakso yang ditambah boraks biasanya sangat awet walau tidak disimpan dalan almari es, karena boraks mempunyai sifat desinfektan.
Makanan yang mengandung santan kelapa tetapi awet dalam penyimpanan, kemungkinan besar menggunakan natrium benzoat yang berlebihan, dapat ditemukan juga dalam berbagai makanan jajanan seperti ongol-ongol, cincau, cendol , manisan dan lain-lainya.
Kita juga harus mewaspadai apabila jagung rebus atau jagung bakar yang dibeli rasanya sangat manis, padahal bukan jagung manis, kemungkinan menggunakan pemanis sintetis. Demikian juga jagung yang diberi warna kuning sintetis sehingga mempunyai kesan seolah-olah jagung masih segar.
Fakta-fakta tersebut baru sebagian kecil contoh penyalahgunaan zat kimia berbahaya pada makanan yang sempat merebak di media massa. Masih banyak contoh lainnya yang belum terekspos ke permukaan. Hal ini akibat dari sikap konsumen yang kurang tanggap, ataupun pihak produsen yang kurang memiliki tanggung-jawab moral.
Makanan jajanan yang dijual di kantin-kantin sekolah atau lembaga lainnya pun tidak luput dari penggunanan BTP yang tidak tepat. Pernah dijumpai makanan merk terkenal, terlihat dalam komposisi makanan tidak mengandung monosodium glutamat (MSG), tetapi setelah dirasakan, jelas makanan itu mengandung MSG yang mungkin berlebihan karena sangat gurih rasanya.
MENGUBAH POLA HIDUP
Kecenderungan masyarakat yang menginginkan serba praktis serta siap saji, sering mendorongnya terjebak dalam penggunaan BTP, karena tidak repot menghaluskan bumbu untuk penyedap masakan. Atau untuk menghemat biaya, kadang menggunakan pemanis sintetis.
Dewasa ini, kecenderungan ibu rumah tangga tidak membuat makanan sendiri (kue atau makanan sehari-hari) untuk kebutuhan keluarganya. Mungkin karena alasan capai, lelah, sibuk dan repot, sehingga tak heran, bila kemudian terbiasa dengan pola hidup konsumtif, lebih-lebih di luar rumah. Kondisi itulah yang harus kita hindari. Kita rubah pola seperti ini, terutama membeli kebutuhan makanan di luar rumah, terlebih lagi jajan buat anak-anak. Kebiasaan tiap hari jajan di luar rumah, bisa mengakibatkan si anak malas makan sehingga tubuhnya kekurangan gizi.
Tentunya, kita sebagai muslim menginginkan generasi yang baik, kuat dan tangguh. Salah satu pendukungnya adalah makanan yang dikonsumsi jelas berkualitas baik. Bisa dibayangkan, jika anak-anak muslim kita memiliki bekal kecerdasan, calon ulama atau calon pendidik masyarakat, pada akhirnya tidak sanggup meneruskan cita-cita karena terjadi kerusakan dalam tubuhnya yang mengakibatkan sakit berkepanjangan. Bisa jadi, yang menjadi penyebabnya, salah satunya ialah makanan yang dikonsumsi sehari-hari sarat bahan kimia.
Selamatkan generasi kita ini dengan memberi makanan halal dan thoyyib. Berikut beberapa nasihat yang perlu kita perhatikan.
- Seyogyanya menggunakan bahan tambahan pangan seminimal mungkin dalam kehidupan rumah tangga sehari-hari. Kalau bisa tinggalkan bahan-bahan kimia tersebut dalam masakan, karena akan lebih aman dikonsumsi.
- Tidak membeli jajan di sembarang tempat. Sebaiknya membuat kue atau jajan sendiri. Selain lebih hemat, kita bisa membuatnya dengan kandungan gizi yang lebih baik.
- Membekali anak-anak ke sekolah dengan bekal yang dibuat sendiri atau membeli dari tempat-tempat yang dapat dipertanggungjawabkan mutu dan keamanannya.
- Membatasi uang jajan anak-anak dan menasihati untuk jajan makanan yang berkualitas. Karena kantin-kantin atau pengelola makanan sekolah pun tidak luput dari bahan-bahan kimia tambahan ini.
- Membeli kue atau makanan atau minuman, sebaiknya dengan label halal dan terdaftar di Departemen Kesehatan. Meskipun terdaftar di Depkes., tidak menjamin makanan itu mengandung BTP yang aman, apalagi sekarang ini marak pengusaha yang mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memperdulikan kesehatan dan keselamatan konsumen. Lihat pula komposisi bahan makanan tersebut, dan pilihlah makanan yang tertulis tanpa bahan kimia.
- Hindari makanan yang sudah kadaluwarsa (Expired, biasanya tertulis ‘Exp’). Juga sambal dan saus tomat yang mencolok warnanya malah lebih terang dari warna tomat atau cabai asli, apalagi tahan lama dan murah harganya. Demikian juga makanan dengan warna terang lainnya.
PENUTUP
Di tengah keresahan berbagai penyakit yang melanda masyarakat ini, ditambah lagi tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat baik sebagai produsen atau konsumen makanan masih relatif rendah, serta sistem pengawasan pemerintah masih lemah terhadap bahan kimia-kimia yang beredar, muncullah ide untuk kembali ke alam dengan mengkonsumsi makanan sehat bebas bahan kimia dan pestisida (termasuk juga kembali ke tanaman organik).
Slogan kembali ke alamiah (Back To Nature) sudah dikampanyekan di berbagai negara, dengan maksud bahan-bahan makanan yang dikonsumsi bebas dari bahan-bahan kimia. Mengapa kita tidak memulainya sejak sekarang? Tentunya tanpa slogan tersebut, kaum muslimin sudah bisa mengambil contoh kehidupan Rasulullah, sahabat dan para pengikutnya, sehingga kejayaan Islam bisa diraih karena generasi selanjutnya kuat, tangguh dan sehat. (dr. Ira).
Sumber bacaan:
– Astawan, M, Solusi Sehat, Kiat Menjaga Tubuh Tetap Sehat, Tiga Serangkai, Tahun 2004.
– Kitti, S, Ilmu Kimia 2 SMU, Intan Pariwara, Tahun 1996.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03 – 04/Tahun IX/1426/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Mutagen, adalah sesuatu yang menyebabkan mutasi atau perubahan pada DNA yang merupakan kode etik dalam sintesis protein. Mutagen menyebabkan kelainan genetik.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2776-hati-hati-penggunaan-bahan-penambah-makanan.html